05 Desember 2008

Hiswana Migas Tuding Pengusaha SPBU

SPBU Banjarmasin, KS Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Purnomo Yusgiantoro menuding pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sebagai pemicu kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium pasca penurunan harga tangal 1 Desember lalu. Pengusaha SPBU menurutnya memilih menahan diri mengambil jatah BBM jenis Premium karena margin (keuntungan) yang mereka terima dari PT Pertamina lebih kecil dibanding patokan harga sebelumnya. pernyataan tersebot kontan membuat Ketua Himpunan Swadaya Pengusaha Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Kalsel, Addy Chairuddin gerah dan tidak mengerti kenapa seorang menteri bisa salah menerima informasi. Tudingan itu menurutnya tidak beralasan karena margin Rp180 per liter yang diterima pengusaha SPBU, tidak pernah berubah ketika harga Premium Rp6.000 per liter maupun sebelumnya lagi. “Berkurang bagaimana, margin yang kita terima sama saja, tidak berubah,” ujarnya kepada wartawan, Jum at (5/12). Sebaliknya menurut mantan anggota DPRD Kalsel tersebut, pengusaha ingin membeli BBM sebanyak banyaknya ketika harga diturunkan pemerintah, lantaran uang yang mereka setor atau harga pembelian ke Pertamian lebih rendah. “Kalau harga turun, logikanya pengusaha ingin beli yang banyak agar bisa setor lebih besar,” terangnya sembari menilai pola pemberian keuntungan menggunakan sistem persentasi. Terjadinya antrean panjang dan kekosongan Premium di sejumlah SPBU menurut Addy Chairuddin lebih tepat disebabkan adanya lonjakan permintaan masyarakat karena sempat menaham pembelian BBM sebelum penurunan harga diberlakukan. “Jumat, Sabtu dan Minggu itu masyarakat banyak tidak membeli BBM dulu karena harga akan turun, begitu turun, melonjaklah permintaan dan terjadi antrean di SPBU,” tebaknya. Kebijakan penurunan harga ini lanjutnya, jsuteru sempat merugikan pengusaha SPBU yang harus menerima jatah BBM dengan harga Rp6 000 per liter pada hari Minggu, sebelum penurunan menjadi Rp5. 500 perliter diberlakukan. Janji PT Pertamina memberikan insentif untuk mengganti kerugian yang dikeluarkan pengusaha Rp500 per liter bahkan tidak dipenuhi sepenuhnya, melainkan hanya Rp160 per liter. “Jadi pengusaha rugi Rp340 per liter karena membeli harga lebih tinggi dari harga jual karena harus dilakukan penyesuaian,” terang Addy. Padahal, pihaknya lanjut Addy, berharap adanya uang ganti rugi itu terkait masa transisi harga. Aspirasi itu senada dengan dengan pernyataan Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen ESDM, Sutisna Prawira di Jakarta yang meminta PT pertamina memberikan insentif kepada pengusaha. Apalagi Pertamina dan pengusaha SPBU sebelumnya sudah menyepakati dengan masalah ini. Kenyataannya, Menneg BUMN Sofyan Djalil sebagai pemegang saham Pertamina mengatakan pihaknya hanya menyetujui 'subsidi' atau kompensasi bagi pengusaha SPBU Rp 160 per liter. Meski sudah banyak persiapan, tetap saja ketersediaan premium setelah penurunan harga terbatas. Banyak SPBU Pertamina yang kehabisan stok premium. Dalam hal ini, adi Cahiruddin juga membantah adanya ‘permainan’ di kalangan pengusaha sehingga terjadi kelangkaan. “Tidak bisa di SPBU itu distok atau dikosongkan karena harga akan turun, polisi melakukan pengecekan,” jelasnya. Masih menurut penuturan Addy, sebelum penurunan harga, PT Pertamina menyampaikan informasi kepada pengusaha SPBU bahwa jika SPBU kedapatan tidak memiliki stok pada tanggal 1 Desember 2008 secara sengaja, maka Pertamina akan memberikan sanksi. Dan itu terbukti, di beberapa tempat di Indonesia, Pertamina pun akhirnya menskors beberapa SPBU yang kedapatan sengaja tidak menebus stok BBM sehingga tidak bisa melayani konsumen pada 1 Desember silam. slm