27 Agustus 2008

Pasca Banjir, Puluhan Hektar Lahan Pertanian Rusak

Banjir yang sempat menenggelamkan beberapa desa di Kabupaten Tanah Laut (Tala) dan Tanah Bumbu sejak Minggu (24/8) lalu, sejak kemarin berangsur normal. Namun imbasnya tidak hanya merusak perumahan warga dan fasilitas umum, tapi kerusakan puluhan hektar lahan pertanian tidak terelakkan. Kepala Dinas Pertanian Kalsel Ir Sriyono memperkirakan sedikitnya 81 Ha tanaman padi siap panen dan palawija kini terendam banjir yang menjadi langganan tiap tahun tersebut. Untuk langkah selanjutnya, menurut Sriyono akan dilakukan pihaknya setelah kondisi air banjir yang merendam empat titik jalur Trans Kalimantan Poros Selatan itu benar benar normal. Kepala Badan Kesbanglinmas Kalsel, Fakhrudin mengungkapkan kondisi terakhir, Rabu (27/8), ketinggian air mulai turun, baik di Kabupaten Tala maupun Tanbu. "Kegiatan kita (Satkorlak, red) saat ini membantu masyarakat kembali ke rumah masing masing setelah sempat mengungsi,” ujarnya usai mengikuti coffee morning di aula RSUD Ansyari Saleh Banjarmasin. Dikatakan, semua jalur transportasi yang sempat terputus karena genangan air hingga 2 meter, kini bisa dilewati.”Airnya tetap ada, tapi sudah mulai surut dan bisa dilalui angkutan,” ujarnya. Terkait dengan bantuan dana kepada korban banjir, menurut Fakhruddin hal itu tergantung persetujuan usulan yang disampaikan kepada Biro Keuangan setelah ada laporan tertulis. “Kesbanglinmas itu tidak ada dana sendiri, hanya mengusulkan saja, dan itulah sebabnya kita sering dikatakan lambat dalam memberikan bantuan,” jelasnya. Ditempat yang sama, Kepala Dinas Sosial Kalsel, Bahriar Hanafiah mengaku pihaknya sudah jauh jauh hari mengirim jatah bantuan mulai bahan pokok, pakaian, sampai peralatan dapur umum untuk dua kabupaten yang terkena musibah itu. “Juli lalu kita sudah serahkan buffer stock untuk mereka (Tala dan Tanbu,red), tapi kalau masih kurang, kita siap mengirim lagi,” ujar pria yang biasa disapa Toto tersebut. Khusus korban banjir di Tanbu, sesuai dengan laporan yang didapat dari daerah, untuk Kecamatan Satui, terdiri dari delapan desa 3.215 KK atau 14.909 sedangkan Sungai Lobak, enam desa dengan jumlah 552 KK atau 2.268 jiwa. “Tala kita belum terima data lengkap,” lanjutnya. Selain mendapatkan bantuan makanan, pakaian dan proses evakuasi, korban banjir diawasi petugas medis yang dikirim dinas kesehatan setempat ditambah tenaga dari pemerintah provinsi. “Kita sudah mengirim 10 koli obat obatan berupa obat antibiotik, penahan rasa sakit, vitamin, obat gatal dan deare,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kalsel, drg Rosihan Adhani kepada wartawan. Bantuan tersebut menurutnya sebagai tahap awal yang akan dilanjutkan dengan pengiriman tenaga medis bila diperlulan dan peralatan lainnya.”Kalau memang perlu, kita akan kirim mobil kesehatan,” tegasnya. Tidak hanya melayani pengobatan pengungsi yang sakit, di tempat pengungsian petugas yang dikirim juga membantu dalam penyediaan air bersih untuk makan dan minum. Kurang Serapan Air Kepala Dinas Kehutanan Kalsel, Suhardi Admoredjo menilai penyebab terjadinya banjir di dua lokasi lantaran kurangnya daerah resapan air, dimana fungsi sungai sungai yang ada kurang maksimal. Saat terjadi cyrah hujan yang tinggi, air dengan cepat menggenangi kawasan tersebut dan terjadilah musibah yang baru dialami tadi. "Saat ini semak-semak yang diharapkan menjadi penahan air juga telah habis dibabat untuk tanaman perkebunan maupun fungsi lainnya," ucapnya. Hilangnya semak-semak tersebut, juga menjadi salah satu penyebab terjadinya erosi sehingga mengakibatkan pendangkalan suangai-sungai di daerah tersebut. Selain banyaknya alih fungsi lahan juga hampir seluruh sungai di tiga kabupaten tersebut kini dalam kondisi dangkal, sehingga saat hujan turun, air yang ada tidak mampu lagi ditampung oleh sungai-sungai yang ada. Menurut Suhardi, sebenarnya kalau alih fungsi lahan kawasan hutan dan konfersi di tiga kabupaten tersebut secara resmi, belum terlalu besar, tidak lebih dari tiga persen. Namun yang tidak terdata atau ilegal, kenyataannya jauh lebih besar, baik itu untuk tambang batu bara, perkebunan sawit atau karet dan pertanian, sehingga banjir tidak mungkin dihindarkan lagi. Hal yang harus diwaspadai, bencana banjir yang bakal terjadi pada 20 tahun kedepan, dimana kelapa sawit memasuki masa daur pertama, atau pembabatan untuk diganti dengan bibit baru. Pada saat sawit mengalami daur pertama, maka masa itu akar sawit sudah saling menggumpal dan telah banyak memakan unsur hara tanah. Untuk mengembalikan ke unsur tanah seperti asal perlu waktu yang lama, termasuk menunggu pembibitan dan penanaman kelapa sawit yang baru. Pada masa peralihan tersebut, bencana banjir yang sangat besar akan sulit dihindari, bila hal-hal tersebut diatas tidak segera diantisipasi dari sekarang. (slm)

Tidak ada komentar: