02 Maret 2009

Gubernur Tolak Pecat Ketua DPRD HST

Banjarmasin, KS Sampai sekarang, Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin masih tidak mengeluarkan surat keputusan (SK) pemberhentian Ketua DPRD Hulu Sungai Tengah (HST), Abdul Latief ST MH Padahal, Menteri Dalam Negeri (Mandagri), melalui Dirjen Otonomi Daerah Sodjuangon Situmorang, meminta gubernur meresmikan pemberhentian ketua DPRD HST sesuai surat tertulis Nomor 170/2689/OTDA tanggal 16 Desember 2008. Alasan gubernur tidak memenuhi permintaan tersebut karena belum ada rekomendasi Badan Kehormatan (BK) DPRD HST, dan belum digelarnya rapat paripurna DPRD HST, yang akan dijadikan dasar. “Dari sana (DPRD HST, red) belum lengkap. Harus ada rekomendasi BK dan paripurna dulu,” ujarnya kepada wartawan, seusai mengikuti apel pagi, Senin (2/3), di halaman Kantor Gubernur Kalsel. Selama syarat dimaksud tidak dipenuhi, Rudy menegaskan, dirinya tidak akan mengeluarkan SK pemberhentian. ‘’Ini tujuannya agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. PAW anggota dewan yang ada paripurnanya, saja kadang gubernur masih digugat (disalahkan, red). Apalagi, memecat ketua,” ujarnya. Dalam surat yang ditembuskan kepada Mendagri, Sekjen Depdagri, dan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) tersebut, Sodjuangon Situmorang mengemukakan beberapa alasan tindak lanjut pemberhentian ketua DPD HST. Di antaranya, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Barabai tanggal 8 Juli 2008 Nomor 119/PIM B/2008 dan putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin tanggal 18 Juli 2006 Nomor 66/PID/2006/PT.BJM yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, memutuskan Abdul Latif telah dipidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan karena terbukti melakukan tindak pidana sesuai ketentuan pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001. Menurut Situmorang, ancaman pidana merupakan ancaman yang melekat pada pasal. Dalam pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999, jabarnya, ancaman paling tinggi adalah seumur hidup atau paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun. Oleh karena itu, Dirjen menyimpulkan, seseorang yang melakukan tindak pidana melanggar pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 maka dianggap yang bersangkutan diancam lebih 5 tahun. Lain halnya, lanjut Situmorang, seseorang yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pasal 317 KUHP karena melakukan pengaduan palsu dengan ancaman pidana 4 tahun. Dalam surat itu juga, Situmorang mengemukakan, sesuai surat Ketua Pengadilan Tinggi Kalsel Nomor W.15.U/1075/UM.01.10/X/2008 tanggal 14 Oktober 2008 perihal pendapat hukum, antara lain menyampaikan bahwa ancaman pidana yang dilakukan terpidana Abdul Latief vide pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tersebut adalah lebih dari 5 tahun yaitu pidana penjara seumur hidup. Berdasarkan hal tersebut di atas, sesuai ketentuan pasal 94 ayat 3 UU Nomor 22 Tahun 2003, gubernur diminta meresmikan pemberhentian Abdul Latief. slm

Tidak ada komentar: