07 Mei 2009

10 Kabupaten/Kota di Kalsel Hadapi Gizi Akut

Banjarmasin,KS Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) Provinsi Kalsel tahun 2007 menemukan fakta bahwa pravalensi gizi buruk dan kurang masih mencapai 26,5 persen (rentang 17-35,6 persen). Selain Kabupaten Kotabaru, Tanahbumbu dan Kota Banjarbaru, 10 kabupaten/kota di Kalsel masih berhadapan dengan masalah gizi akut dan kronis dengan angka lebih besar dari rata rata nasional. Masalah gizi buruk ini di Kalsel meningkat seiring bertambahnya umur balita, meningkat dengan semakin rendaknya pendidikan kepala keluarga, dan sekain rendahnya perkapita keluarga. Demikian diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Kalsel, drs Rosihan Adhani pada seminar sehari dalam rangka hari gizi nasional dan hari jadi Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kamis (7/6) di Amuntai. Pada acara yang dibuka Gubernur Kalsel, Rudy Ariffin tersebut, Rosihan Adhani menjadi salah satu nara sumber yang membawakan makalah dengan materi kebijakan pemerintah dalam pencegahan dan penaggulangan gizi buruk. Dsiebutkannya juga, kurun waktu 4 bulan terakhir, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalsel mencatat 27 kasus gizi buruk, 13 diantaranya terjadi di Kota Banjarmasin. Sisanya terjadi di Kota Banjarbaru dan Kabupaten Balangan masing masing 2 kasus, HSU dan Tanahbumbu sama sama 4 kasus, Banjar dan Batola sama sama1 kasus. Satu kasus meninggal dunia terjadi di Batola. Tahun 2008 lalu, dari 158 kasus gizi buruk, Kota Banjarmasin menempati urutan teratas dengan jumlah 54 kejadian. Kasus tertinggi kedua ada di kabupaten Banjar sebanyak 23 dan HSU ada 18 kasus. Terjadinya kasus gizi buruk lanjutnya, terkadang tidak hanya disebabkan faktor kemiskinan dan lingkungan, namun ada juga lantaran keterbatasan pengetahuan masyarakat terhadap gizi yang baik. “Penyebab gizi buruk 20 persen karena kesehatan, 20 persen karena lingkungan, 40 persen karena prilaku dan 20 persen faktor lainnya,” jelas Rosihan. Selanjutnya, untuk masyarakat yang terdeteksi menderita gizi buruk, akan diberikan tambahan pendamping ASI berupa makanan pabrik dalam kemasan untuk balita 1-2 tahun dan bubur untuk anak 6-11 bulan selama 3 bulan. Pemberian makanan tambahan ini sesuai Kartu Menuju Sehat (KMS). Hadir juga sebagai nara sumber, Prof Dr Hamam Hadi MS (Pakar Gizi UGM Yogyakarta), DR Mahdian Anwar (Konsultan NICE Depkes), DR MA Husini dan DR Yayah Kusbandiyah Husaini (Ahli Peneliti Bidang Gizi di Puslitbang Gizi dan Makanan). slm GUBERNUR : Fokuskan pada Program ke Perbaikan Gizi Menyadari pentingnya masalah gizi, Gubernur Kalsel, Rudy Ariffin mengaku pihaknya sudah melakukan koordinasi sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungannya yang terkait masalah ini. Masing masing SKPD diminta mengarahkan program mereka untuk perbaikan gizi di daerah dan khusus dinas kesehatan, ditambah keharusan meningkatkan pelayanan dan penyuluhan dimasyarakat tentang gizi. “Masalah gizi buruk ini bukan semata mata karena faktor kemiskinan, ada PNS yang keluarganya gizi buruk, jadi pengetahuan tentang gizi juga mempengaruhi,” ucap Rudy Ariffin di hadapan peserta seminar. Khusus kepada wartawan, Rudy Ariffin mengingatkan khusus kepada Pemkab HSU agar memperhatikan masalah ini, apalagi kota Bertaqwa ini masuk dalam tiga daerah tertinggi gizi buruk se Kalsel. Dia juga mengaku prihatin dengan data data yang menunjukkan masih tingginya angka gizi buruk atau kurang. Itu sebabnya, dia meminta semua pihak bersama sama menghadapinya. Gizi buruklanjutnya bukan hanya tanggungjawab instansi bidang kesehatan semata, karena in merupakan muara dimana banyak faktor yangmenyebabkan gizi buruk bisa terjadi. “Kita minta dinas dinas terkait agar memfokuskan programnya ke arah perbaikan gizi ini,” tegasnya lagi. slm BUPATI HSU : Program Perbaikan Gizi Menyadari wilayah kerjanya merupakan kabupaten yang masuk tiga besar tertinggi gizi buruk di Kalsel, Bupati HSU, Aunul Hadi bertekad menyusun program demi program yang dapat mengatasi masalah ini. Hampir serupa yang disampaikan Gubernur Kalsel, Rudy Ariffin, pihaknya akan meminta fokus perhatian sejumlah instansi terkait, khususnya dinas kesehatan agar membuat program yang tepat. Diyakini, dengan kebijakan yang tepat, akan membuahkan hasil perbaikan gizi pada bayi dan balita. Pada gilirannya, ancaman generasi yang hilang (lost generations) atau “otak kosong” dapat diminimalisir. Seminar sehari bertemakan investasi gizi keluarga sebagai dasar penilaian keberhasilan pembangunan daerah dalampencegahan dan penangulangan gizi buruk ini diharapkan efektif memberikan pemahaman kepada masyarakat. slm

Tidak ada komentar: