28 Mei 2009

Mamanda Tampil di Festival Nasional

Teater Banjarmasin saat menampilkan aksikesenian mamanda (foto ist/ks) Banjarmasin, KS Untuk kesekian kalinya, kesenian tradisional Kalimantan Selatan mamanda tampil di festival tingkat nasional yang bertajuk Apresiasi Media Tradisional, 29 Mei sampai 1 Juni 2009 di Malang, Jawa Timur. Grup mamanda yang akan bertanding dengan 8 kontestan se Indonesia tersebut berasal dari Teater Banjarmasin, yang sebelumnya berhasil meraih juara tingkat regional Kalimantan dan Sulawesi. “Anggota rombongan yang diberangkatkan berjumlah 29 orang, yang terdiri dari enam ofisial dan anggota FK Mitra (Forum Komunikasi Media Tradisional, red) dan 23 pemain (mamanda, red),” kata Kepala Bidang Media Komunikasi, Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi Kalsel, H Masrani kepada Barito Post, Kamis (28/5). Meskipun tidak mematok target dalam kompetisi tersebut, Masrani berharap kelompok kesenian kebanggaan Kalsel ini bisa meraih prestasi yang membanggakan dan membawa harum nama daerah di tingkat nasional. “Kita mohon doa dari masyarakat Kalsel,” pintanya. Dijelaskan, kriteria perlombaan di ajang tahunan tersebut lebih menonjolkan penyampaian informasi kepada masyarakat agar pesan yang dibawa dapat diterima dan dipahami. “Kenapa kesenian mamanda yang mewakili, karena mereka menjadi juara regional Kalimantan dan Sulawesi tahun 2008 lalu,” jelas Masrani. Mamanda merupakan kesenian tradisional masyarakat Kalsel yang berwujud teater rakyat dengan lakon yang bersumber dari syair lama dan hikayat, serta didukung tokoh utama yang wajib ada, yakni sang Raja, Mangkubumi, Wazir, Perdana Menteri, Panglima Perang, Harapan I dan Harapan II, Khadam/Badut, serta Sandut/Putri. Masing-masing tokoh memiliki peran sentral tersendiri dalam setiap lakonnya. Merunut sejarahnya, mamanda lahir dari kesenian Badamuluk yang dibawa rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka tahun 1897 yang dulunya di Kalsel bernama Komedi Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian lokal di Banjar dengan Komedi Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut sebagai Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk dan saat ini lebih dikenal dengan sebutan mamanda. Sepintas, teater rakyat ini mirip dengan kesenian lenong atau ketoprak yang memiliki ciri adanya hubungan emosional antara pemain dan penonton. Dalam pementasan lenong maupun mamanda, penonton dapat langsung memberi tanggapan terhadap jalannya cerita, sehingga semakin menghidupkan aura pergelaran yang tengah berlangsung. Mamanda kini mengarah kepada perkembangan kesenian yang lebih populer. Meski begitu, kekhasannya masih tetap terjaga, terutama dalam hal penggunaan bahasa Banjar, simbolisasi nilai-nilai budaya, dan pesan-pesan sosial yang disampaikannya. Struktur dan karakteristik yang menjadi kekhasan mamanda tidak pernah berubah. slm

Tidak ada komentar: